Tuesday, 19 May 2015

KH. M ALI MAS’UDI KARANGAMPEL

 “KH. M ALI MAS’UDI KARANGAMPEL”


           Lahir di Dukuh Nganti Desa Karangampel Kecamatan Kaliwungu, kecamatan paling ujung barat di Kota Kudus. Anak ragil dari empat bersaudara pasangan Kyai khaslan dengan Nyai Nashifah. Kakak beliau yang pertama adalah Bp. Muchib beradikkan Ibu Katemah beradikkan Bp. Muchsin dan kemudian beliau KH. M Ali Mas’udi.

         Sewaktu kecil beliau bernama Mas’udi dan akrab dipanggil Ma’ud. Bahkan setelah menjadi kyai masih banyak yang memanggil beliau Yi Ma’ud. Ma’ud kecil tumbuh dalam keluarga yang ta’at beragama, serta kehidupan yang pas-pasan karena pada waktu itu Kyai Khaslan hanya berprofesi sebagai mandor pabrik rokok sedangkan Nyai Nashifah membantunya dengan  berjualan beras dan kerupuk di rumah. Kehidupan Ma’ud kecil sangat sederhana, berangkat sekolah berjalan kaki. Bahkan pakaiannya hanya sepotong sarung dan baju batik lusuh itupun lungsuran dari Bp. Muchsin kakaknya. Sehingga pernah suatu ketika pada malam hari sarungnya diompoli, dan paginya terpaksa masih dipakai berangkat sekolah, wal hasil seluruh teman sekolahnya mengolok-olok. Saat kejadian itu Mbah Kyai Ma’ruf Asnawi yang melihatnya dan merasa kasihan menghampirinya, beliau ndawuhi Ma’ud kecil “seng sabar yo nang, diterusno leh mu sekolah sak rampunge, mengko leh entuk barokahe mbah Sunan” (supaya bersabar dan tidak putus asa, jika mau belajar di madrasah itu sampai selesai insyaallah akan mendapatkan barokahnya mbah Sunan Kudus). Beliau mengenyam pendidikan formal tidak terlalu banyak, hanya sekolah di MI dan MTs Qudisyyah Kauman Menara Kudus (pada waktu itu Madrasah Qudsiyyah memang hanya sampai pada tingkat tsanawiyyah saja).
Setelah lulus dari sana, beliau mohon izin kepada bapaknya untuk mondok sambil kerja di Kota Malang, dengan berat hati beliau di izini. Dengan keadaan tua renta, kyai khaslan ditinggal mondok oleh anaknya yang paling kecil. Sangat berat tentunya, sehingga setelah mas’udi mondok baru satu bulan lamanya beliau bermimpi “kehilangan penglanangnya (kemaluannya)”. setelah diangan-angan dengan segala kegelisahannya, beliau menyimpulkan bahwa itu adalah pertanda jika keberangkatannya mondok ke Malang tidak diridhoi orang tuanya dan seakan-akan meninggalkan kewajibannya sebagai anak bungsu merawat dan menjaga kedua orang tuanya. Beliaupun pulang, dan tidak pernah mondok lagi. Selama dirumah beliau bekerja dan ngaji kepada para kyai yang ada di Kudus, diantaranya KH. Turaichan Adjuhri, KH. Arwani Amin, KH. Sya’roni Ahmadi, KH. Mawardi dan lain-lain. Beliau juga ngaji keluar kota secara nglaju diantaranya kepada KH. Muhammadun pondowan, KH. Abdul Kholiq Pirikan Secang Magelang, Habib Ali mayong, K. Agus Badari Yusuf grabag dan KH. Yusuf Ainul Yaqien Mantenan Grabag Magelang. Banyak cerita tentang perjalanan mengaji beliau kepada  guru-gurunya, diantaranya kisah beliau saat berguru kepada Mbah Yusuf Grabag, beliau begitu dekat dengan mbah Yusuf Grabag sehingga ada murid-murid yang lain yang iri kepadanya, singkat cerita pada waktu sampai di halaman rumah mbah Yusuf beliau dikeroyok 10 bahkan lebih orang santri dari salah satu muridnya mbah Yusuf, setelah bertarung sengit seluruh santri itu kalah, dan murid yang mbah yusuf yang menyuruh para santri itupun minta maaf kepada kyai ma’ud. 

No comments:

Post a Comment