Lahir di Dukuh Nganti Desa Karangampel
Kecamatan Kaliwungu, kecamatan paling
ujung barat di Kota Kudus. Anak ragil dari empat bersaudara pasangan
Kyai khaslan dengan Nyai Nashifah. Kakak beliau yang pertama adalah Bp. Muchib
beradikkan Ibu Katemah beradikkan Bp. Muchsin dan kemudian beliau KH. M Ali
Mas’udi.
Sewaktu
kecil beliau bernama Mas’udi dan akrab dipanggil Ma’ud. Bahkan setelah menjadi
kyai masih banyak yang memanggil beliau Yi Ma’ud. Ma’ud kecil tumbuh dalam
keluarga yang ta’at beragama, serta kehidupan yang pas-pasan karena pada waktu
itu Kyai Khaslan hanya berprofesi sebagai mandor pabrik rokok sedangkan Nyai
Nashifah membantunya dengan berjualan
beras dan kerupuk di rumah. Kehidupan Ma’ud kecil sangat sederhana, berangkat
sekolah berjalan kaki. Bahkan pakaiannya hanya sepotong sarung dan baju batik
lusuh itupun lungsuran dari Bp. Muchsin kakaknya. Sehingga pernah suatu
ketika pada malam hari sarungnya diompoli, dan paginya terpaksa masih dipakai
berangkat sekolah, wal hasil seluruh teman sekolahnya mengolok-olok. Saat
kejadian itu Mbah Kyai Ma’ruf Asnawi yang melihatnya dan merasa kasihan
menghampirinya, beliau ndawuhi Ma’ud kecil “seng sabar yo nang,
diterusno leh mu sekolah sak rampunge, mengko leh entuk barokahe mbah Sunan” (supaya
bersabar dan tidak putus asa, jika mau belajar di madrasah itu sampai selesai
insyaallah akan mendapatkan barokahnya mbah Sunan Kudus). Beliau mengenyam pendidikan formal tidak
terlalu banyak, hanya sekolah di MI dan MTs Qudisyyah Kauman Menara Kudus (pada
waktu itu Madrasah Qudsiyyah memang hanya sampai pada tingkat tsanawiyyah
saja).
Setelah lulus dari sana, beliau mohon izin kepada bapaknya untuk mondok
sambil kerja di Kota Malang, dengan berat hati beliau di izini. Dengan keadaan
tua renta, kyai khaslan ditinggal mondok oleh anaknya yang paling kecil. Sangat
berat tentunya, sehingga setelah mas’udi mondok baru satu bulan lamanya beliau bermimpi
“kehilangan penglanangnya (kemaluannya)”. setelah diangan-angan dengan segala
kegelisahannya, beliau menyimpulkan bahwa itu adalah pertanda jika
keberangkatannya mondok ke Malang tidak diridhoi orang tuanya dan seakan-akan
meninggalkan kewajibannya sebagai anak bungsu merawat dan menjaga kedua orang
tuanya. Beliaupun pulang, dan tidak pernah mondok lagi. Selama dirumah beliau
bekerja dan ngaji kepada para kyai yang ada di Kudus, diantaranya KH. Turaichan
Adjuhri, KH. Arwani Amin, KH. Sya’roni Ahmadi, KH. Mawardi dan lain-lain.
Beliau juga ngaji keluar kota secara nglaju diantaranya kepada KH.
Muhammadun pondowan, KH. Abdul Kholiq Pirikan Secang Magelang, Habib Ali mayong, K. Agus Badari
Yusuf grabag dan KH. Yusuf Ainul Yaqien Mantenan Grabag Magelang. Banyak cerita tentang
perjalanan mengaji beliau kepada
guru-gurunya, diantaranya kisah beliau saat berguru kepada Mbah Yusuf
Grabag, beliau begitu dekat dengan mbah Yusuf Grabag sehingga ada murid-murid
yang lain yang iri kepadanya, singkat cerita pada waktu sampai di halaman rumah
mbah Yusuf beliau dikeroyok 10 bahkan lebih orang santri dari salah satu
muridnya mbah Yusuf, setelah bertarung sengit seluruh santri itu kalah, dan
murid yang mbah yusuf yang menyuruh para santri itupun minta maaf kepada kyai
ma’ud.
No comments:
Post a Comment